TBPK Undip Perkuat Kolaborasi Riset Internasional melalui Stakeholder Engagement Pengembangan Suplemen Antidiabetik Berbasis Rumput Laut

Program Studi Teknologi dan Bisnis Perikanan dan Kelautan (TBPK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, kembali menunjukkan perannya sebagai penghubung strategis antara akademisi, industri, dan pemerintah. Hal ini terlihat dari kegiatan Stakeholder Engagement yang diselenggarakan di Kampus Teluk Awur, Jepara, sebagai bagian dari konsorsium riset internasional BRIN–Koneksi (Knowledge Partnership Platform Australia–Indonesia).

Proyek kolaboratif ini berfokus pada pengembangan suplemen antidiabetik berbasis rumput laut Caulerpa sp. (latoh) menggunakan teknologi nanoliposome, sebuah pendekatan inovatif yang berpotensi meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Kegiatan dibuka oleh Prof. Diah Permata Wijayanti, Wakil Dekan FPIK Undip, dan dihadiri oleh para mitra dari berbagai institusi.

BRIN–Koneksi Project melibatkan jaringan kolaboratif yang luas, termasuk BRIN, Kementerian Dikti Saintek, sejumlah perguruan tinggi Indonesia dan Australia (Undip, Unair, Uhamka, Polines, Monash University, ANU, dan UNSW), serta mitra industri seperti PT Nanotech Indonesia Global.

Forum diskusi ini menghadirkan akademisi, peneliti, pelaku usaha budidaya rumput laut, hingga pemerintah daerah untuk menyelaraskan strategi pengembangan Caulerpa sp. sebagai bahan baku suplemen inovatif. Dr. Eko Susanto, Ketua Prodi TBPK Undip, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan semata agenda akademik, tetapi upaya memastikan penelitian memberikan dampak nyata bagi masyarakat dan industri.

Jepara, sebagai salah satu sentra penghasil latoh terbesar di Jawa Tengah, memiliki potensi besar yang masih perlu dioptimalkan. Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Jepara menekankan pentingnya penguatan sinergi riset dan teknologi agar budidaya Caulerpa semakin produktif dan berkelanjutan.

Dukungan akademik turut disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Sri Rejeki, MSc, pakar budidaya FPIK Undip, yang memaparkan strategi peningkatan kualitas budidaya serta pentingnya diversifikasi produk dan kemitraan hulu–hilir. Sementara itu, Assoc. Prof. Haribondhu Sarma (ANU) dan Assoc. Prof. Ripon Kumar Chakrabortty (UNSW) memberikan perspektif global mengenai peluang pengembangan latoh dalam mendukung kesehatan dan ketahanan pangan masa depan.

Sebagai rangkaian akhir kegiatan, peserta melakukan kunjungan lapangan ke lokasi budidaya latoh di pesisir Jepara untuk melihat langsung proses budidaya dan berdiskusi dengan para pembudidaya.
Menutup kegiatan, Dr. Eko menyampaikan optimisme bahwa kolaborasi ini menjadi contoh nyata triple helix yang efektif.